Ditulis oleh Admin
Jumat, 03 Mei 2024
JAKARTA - A. Saefudin, Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), menyuarakan kekhawatiran serius tentang dugaan tindak pidana korupsi dalam lelang Barang Rampasan Benda Sita Korupsi. Lelang tersebut melibatkan satu paket saham PT. GBU yang diselenggarakan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Dalam dialog publik yang diadakan pada Rabu, 15 Mei 2024, di
Jakarta, Saefudin mengungkapkan bahwa lelang ini dimenangkan oleh PT. IUM,
sebuah perusahaan non-tambang yang didirikan hanya 10 hari sebelum penjelasan
lelang (aanwijzing) pada 9 Desember 2022. "PT. IUM diduga sengaja
dipersiapkan untuk menjadi pemenang lelang sebagai peserta tunggal dengan harga
penawaran Rp. 1,945 triliun, sesuai dengan harga limit lelang yang telah
ditentukan," ujarnya.
Dialog publik ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting
seperti Faisal Basri dari IDEF, Boyamin Saiman dari MAKI, Sugeng Teguh Santoso,
SH dari IPW, Melky Nahar dari JATAM, dan Delipa Yumara, SH, seorang praktisi
hukum.
Saefudin menilai bahwa lelang ini berpotensi merugikan
negara hingga Rp. 9 triliun. "Lelang ini menyebabkan pemulihan aset dari
megakorupsi Jiwasraya dalam konteks pembayaran kewajiban uang pengganti
Terpidana Heru Hidayat sebesar Rp. 10,728 triliun menjadi tidak tercapai,"
jelasnya.
Menurut Saefudin, dugaan tindak pidana korupsi dalam lelang
ini dilakukan dengan modus operandi penurunan nilai limit lelang. "Nilai
pasar wajar dari satu paket saham PT. GBU yang seharusnya sekitar Rp. 12
triliun, direndahkan menjadi Rp. 1,945 triliun. Ini jelas menguntungkan dan
memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, yang juga pemilik PT. MHU
dan MMS Group," jelasnya.
Saefudin juga menyebut bahwa AH, BSS, dan YS merupakan
Beneficial Owner dan/atau Pemilik Manfaat PT. IUM yang sebenarnya. Dana PT. IUM
untuk membayar lelang bersumber dari pinjaman PT. Bank BNI (Persero) Tbk Cabang
Menteng dengan pagu kredit senilai Rp. 2,4 triliun.
"Situasi ini memperburuk citra hukum di Indonesia. Oleh
karena itu, KSST mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera
bertindak dan menindaklanjuti kasus ini, serta menemukan tersangka sesuai
ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. KPK juga harus memeriksa
orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus ini," tegas Saefudin.
KSST juga mendesak Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk memberikan perhatian khusus terhadap dugaan kejahatan ini. "Kami meminta mereka mendorong proses hukum yang sesuai dengan ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Selain itu, kami juga meminta Jaksa Agung Republik Indonesia untuk mendukung sepenuhnya proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK," pungkas Saefudin. (*)